Dec 8, 2008

Wanita Luar Biasa, Pendamping Seorang Pejuang

(sumber: http://www.infoPalestin.com)

Akbaruna.com: “Di sebalik kesuksesan seorang lelaki di sana ada peranan seorang isteri” ungkapan ini cocok bila disandangkan kepada Perdana Menteri Palestin, Ismail Haneya yang berhasil memimpin parti Hamas dan sekarang memimpin rakyat Palestin. Isterinyalah yang telah mendorongnya menjadi pemimpin besar, pemimpin gerakan Islam pertama yang berhasil menjadi pemimpin Nasional. ‘Siapakah wanita yang berada di balik keberhasilan Ismael Haneya ?’. 

Berikut ini hasil wawancara Khadrah Hamdan dengan Isteri Ismael Haneya, Amal Muhammad Haneya Uqailah yang lahir pada tahun 1963 di kem pengungsian Shate, Gaza. Khadrah Hamdan berhasil mewawancarainya ketika ia dan suaminya melaksanakan rukun Islam yang kelima di Makkah al-Mukarramah. Ia bercerita banyak tentang kehidupannya, teman hidupnya, Haneya, berikut peranannya dalam mendorong suaminya menjadi tokoh besar seperti sekarang ini, dan beberapa orang yang dikenal dalam hidupnya. 

Umur 16 tahun 

Hajjah Amal telah dijodohkan dengan Haneya sejak berumur 16 tahun. Antara ia dan suaminya tidak terlalu jauh dari sisi usia. Namun sejak itu Amal menghilang, tidak diketahui khabar beritanya kecuali oleh beberapa kerabat dan tetangga dekatnya. Amal meninggalkan belajarnya, ketika Haneya melanjutkan kuliahnya yang dibiayai oleh ayah Amal yang merupakan saudara kandung bapa Haneya. Dialah yang membiayai pendidikan Haneya sejak kecil, kerana ayah Ismael Haneya sudah meninggal ketika Ismael masih bayi. Muhammad Haneya kemudian mengahwinkan anaknya (Amal) dengan Ismael Haneya sambil terus membiayai kuliah Ismael hingga ia memperoleh kelulusan Bachelors jurusan Bahasa Arab dengan nilai cum laude. Ia juga yang membelikan mahar bagi Amal dan menempatkannya bersama anak tunggal saudaranya. 

Masa-Masa Sulit Ketika Ditinggal Suami 

Setelah Amal menikah dengan Ismail Haneya yang suka dipanggil dengan Abu Abdis Salam, sering kali Ummu Abdu Salam ini sendirian dalam waktu yang lama. Menurut cerita Amal, suatu saat ketika Abu Abdisslam masih sekolah, selepas pulang dari sekolah, ia terburu-buru melemparkan begnya kemudian pergi ke padang dan bermain bola bersama teman-temannya. Setelah bermain bola, ia makan roti sandwich dan minum minuman yang berkarbonat bersama teman-temannya. Terus bersembang hingga larut malam, terkadang sampai jam 2.00 pagi. Ketika Ismail masuk universiti, intensiti kesibukannya semakin luas, sehingga jarang bertemu dengan keluarga. Terutama ketika ia menjawat wakil ketua dewan mahasiswa lalu menjadi ketuanya. 

Dalam sambutan di suatu majlis Universiti Islam Gaza, Ismail Haneya mempersoalkan tentang pekerjaan apa yang akan diperoleh ratusan alumni Universiti Gaza. Ketika itu, acara tersebut dihadiri juga oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Al-Azhar, Dr. Muhammad Awad dan Rektor Universiti Islam Gaza, Dr. Muhammad Shiyam. Keduanya menyatakan, di akhir majlis, bahawa Ismail Haneya akan dijadikan pegawai di Universiti tersebut. 

Pada tahun 1987, Ismail Haneya mendapat tugas mengajar. Setelah selang dua bulan, ia mendapat gaji pertama dari hasil keringat mengajarnya berjumlah 900 shekel (mata uang Israel, 1 dollar = 4 Shekel). Dengan gembira ia pulang dan memanggil isterinya, ‘Ya Ummu Abd, gembiralah apa yang aku bawa ini, belanjakanlah apa saja sesuka hatimu !!’ 

Sebaik sahaja Ismael Haneya bekerja di Universiti Gaza, agen-agen zionis menyiasat kegiatan Haneya dan melapurkanya ke intelejen Israel. Pihak intelejen Israel menangkap Haneya dan memenjarakannya selama 12 hari. 

Pada tahun 1987 Ismael Haneya kembali ditahan selama 12 hari lagi, kemudian ditangkap lagi dan dipenjara selama 6 bulan, lalu dibebaskan. Setelah 7 bulan ia menghirup udara bebas, kembali ia ditangkap dan dipenjarakan selama tiga setengah tahun dan membayar denda sebanyak 6,000 Shekel. Agar dapat keluar sebelum masa tahanan enam bulan habis, dengan susah payah mertuanya yang hanya bekerja sebagai nelayan di pantai Gaza harus membayar denda tidak berperikemanusiaan tersebut. 

Penderitaan keluarga Haneya tidak berakhir sampai disitu. Pemerintah Zionis Israel kemudian mengeluarkan arahan dan mengasingkan Haneya ke Marj El-Zohor, wilayah selatan Lebanon. Selama dalam pengasingan, isterinyalah yang membiayai kehidupan keluarga dan ia juga yang membayar semua perbelanjaan, hanya untuk berbicara dengan suaminya tersebut. Keadaan ini mereka jalani selama sembilan bulan. 

Setelah masa pengasingan berakhir, Haneya kemudian ditangkap oleh pemerintahan Otoriti Palestin dan dipenjara selama beberapa kali. Kehidupannya tidak sepi dari penderitaan, tapi Alhamdulillah diberikan kekuatan oleh Allah. Ia (Ummu Abd) tetap bersyukur pada Allah telah diberikan suami yang taat beragama, bertakwa dan berdedikasi, ungkapnya. Ia juga menyatakan siap untuk berkorban lebih banyak lagi demi suaminya yang tercinta. 

Ibu dari tigabelas anak ini mengaku telah biasa ditinggal-tinggalkan suaminya. Ia juga pernah menjual satu-satunya perhiasan yang ia punyai, iaitu mahar dan menyerahkan pada suaminya sebagai modal perjuangan. Sering kali ia harus berhemat dengan gaji suaminya dari Universiti Islam Gaza, untuk kehidupan sehari-harinya, terutama ketika suaminya di penjara. 

Setelah suaminya keluar dari penjara Zionis Israel, terpaksa Ummu Abd menjual kendaraannya untuk memperbaiki rumah yang ia tinggal bersama bapanya yang hanya terdiri dari satu tingkat itu. 

13 Buah Hati 

Dari hasil pernikahanya dengan Abu Abd (Ismael Haneya), Amal (Ummu Abd) dikurniakan 13 putera dan puteri. Yang paling besar bernama Abdus Salam lahir pada tahun 1981. Disusuli oleh Hammam, lahir tahun 1983. Kemudian, Wassam lahir tahun 1984. Muadz, tahun 1985. Sina, tahun 1986 (sudah berkahwin), Butsainah yang lahir pada tahun 1987 juga sudah berkahwin. Ketika Abu Abd berada dipenjara tahun 1992, anak ke tujuh mereka lahir dan diberi nama Khaulah. Dan ketika Abu Abd berada di pengasingan iaitu tahun 1994, maka lahirlah anak kelapan mereka, yang diberi nama Aid. Diikuti oleh Hazim pada tahun sama, lalu Amirah tahun 1995, Muhammad pada tahun 1996, Latifah tahun 1998 dan terakhir Sarah baru berusia 3 tahun yang paling disayangi oleh si perdana menteri ini. 

Ketika suaminya tidak ada, maka Ummu Abd-lah yang mengurus ke 13 putera-puterinya tersebut bersama ibu Ismael Hanya yang sakit. Sering kali tiap malam ia harus bergadang setelah sebelumnya mengajar anak-anaknya. ‘Sebagaimana Aku dulu membantu ayah mereka dalam tugas-tugas kuliahnya dan membantu dalam menghafal Al-Quran’, ungkapnya. Maka Aku sebaik-baik teman baginya di rumah dan mengatur rumah ini menjadi rumah sakinah, mawaddah wa rahmah. Tidak hairan bila Abu Abd kagum ketika ia pulang dari penjara dengan hasil pendidikan terhadap anak-anakku. Dan aku telah siap membantunya bila pun hingga hari ini. 

Usaha Pembunuhan Pertama 

Pada tahun 2003, Abu Abd pergi bersama anak nombor dua, Hammam untuk mengunjungi saudaranya. Aku (ummu Abd) mendengar suara roket yang menghentam salah satu rumah di sana. Aku berdoa semoga tembakan tersebut tidak mengenai sesiapapun. Selang beberapa saat datang khabar bahawa tembakan tersebut mengenai rumah yang ditempati Syaikh Ahmad Yasin dan pejabatnya yang dijaga oleh Ismail Haneya, suamiku. Betapa aku tersentak mendengar khabar tersebut, kerana anak dan suamiku sedang berada di rumah Dr. Marwan Abu Ras yang berada dekat dengan rumah As-Syahid Syaikh Ahmad Yasin. Saat itu, aku berdoa kepada Allah semoga menyelamatkan anak dan suamiku. 

Ketika aku melihat dia pulang dengan selamat, aku berlari ke luar rumah sambil tersenyum bersyukur melihat anak dan suaminya kembali. Di situ sudah ada ribuan kaum muslimin yang mengucapkan selamat kepada suamiku. 

Sejak saat itu, ketika aku mendengar bunyi pesawat Israel di langit Gaza, aku membayangkan mendengar khabar kesyahidan suamiku. Memang untuk berpisah dengannya sangat berat, namun jalan hidupnya menentukan demikian. Penderitaan, kesengsaraan dan semua peristiwa yang telah aku alami membuatku selalu mengira-ngira suamiku mati di jalan Allah (Syahid) atau memperoleh kemenangan, atau berjalan sebagaimana biasa, seperti ini. Sebenarnya aku menginginkan dia syahid, sebagaimana aku pun menginginkanya. 

Suamiku, Sang Perdana Menteri 

Isteri yang baik adalah isteri yang mendorong suaminya dalam kebaikan. Begitulah yang dilakukan Ummu Abdusalam, isteri Perdana Menteri Palestin, Ismael Haneya yang mendorong suaminya ketika bertanding dalam pilihan raya umum parlimen untuk pertama kalinya. Ia sangat gembira menyaksikan gerakan Hamas, dimana suaminya bertanding, mencapai kemenangan dalam perjuangan politik di Palestin. Orang-orang telah memilihnya dalam tahap demi tahap pemilihan, terutama setelah pembentukan pemerintahan Palestin. Ummu Abd mengaku belum pernah melihat kecintaan yang begitu besar dari rakyat Palestin terhadap pemerintah seperti kecintaan mereka kepada pemerintahan Hamas ini. Sebagai contoh saja, ketika ia dan suaminya menunaikan ibadah Haji di Makkah Mukarramah, semua orang yang mengenalnya bersalam dengannya dan mengucapkan selamat serta mendokong terhadap Perdana Menteri Palestin ini. Mereka juga berebut bergambar dengan pemimpin ummat tersebut. Ia menambah, aku mendengar dengan telingaku sendiri bahawa kemenangan Hamas di Palestin telah menaikkan citra Islam di seluruh dunia dan memberikan harapan bagi rakyat lain untuk mendapat sepertimana kejayaan Hamas. 

Seorang isteri yang sederhana tetapi perkasa dalam menghadapi tantangan dan cubaan dari pihak Zionis Israel yang tidak henti-henti berusaha menangkap suaminya..dialah Ummu Abdusalam, Amal binti Muhammad Haneya. Suatu ketika ia mengatakan pada seorang tentara Israel yang datang untuk menangkap suaminya, ‘jika kamu menghulurkan tanganmu akan kupatahkan kedua tanganmu itu !’. Sama halnya ketika datang seorang polis Palestin yang datang untuk menangkap pemimpin Gerakan Hamas ini. Ia mengatakan, ‘Kalian ini berkelakuan seperti Yahudi, sedang Yahudi tidak ada yang kembali ke sini’. Ia sendiri merasa terkejut dengan apa yang dikatakannya, suatu ketika ia makan bersama suaminya, hari esoknya suaminya sudah ditangkap oleh pasukan musuh. 

Mengenai kehidupannya sekarang, Ummu Abd menjelaskan, ‘InsyaAllah aku akan tetap mendokong perjuangan suamiku untuk mempertahankan kedudukannya hingga habis tempoh jawatannya selama empat tahun. Suamiku tidak akan meninggalkan dari jawatannya. Kami optimis dapat membebaskan rakyat Palestin dari embargo internasional. Namun terakhir aku pernah berkata pada Abu Abd, ‘Wahai suamiku, engkau boleh turun dari jawatanmu, jika ada jaminan ditarik embargo dari rakyatmu, para pegawaimu yang hingga saat ini belum mendapatkan gaji !’. 

Ummu Abd menegaskan, keluarganya yang terdiri dari 13 orang, empat diantaranya telah punya suami dan yang lainnya masih anak-anak, hidup sebagai rakyat biasa. Ia berharap isu bahawa keluarganya mendapat wang dari Hamas segera dihentikan. Kami tidak pernah menerima wang dari salah seorang anak-anakku yang sudah menjadi pegawai negeri iaitu Wassam yang berkerja di Pasukan Keamanan Dalam Negeri,’ tambahnya meyakinkan. 

Wassam belum menerima gaji dari sesiapa pun. Ia juga pernah mengambil hutang sebagaimana para pegawai lainya. Sementara suamiku memberikan seluruh gaji pertamanya kepada keluarga yang ditinggal para syuhada. Adapun gaji kedua, kami infakkan sebahagiannya pada fakir miskin. 

Rumah Yang Sederhana 

Rumah yang ditempati sekarang ini bersama suaminya sangat sederhana untuk ukuran pemimpin negara. Ummu Abd mengatakan, ia tidak akan meminta perubahan bagi rumahnya tersebut. Rumah itu sudah dibina sebelum suaminya menjawat jawatan perdana menteri. Rumah yang terdiri dari dua tingkat itu dihuni oleh lima keluarga. Ummu Abd, anak-anak dan suaminya menempati tingkat pertama bersama anak sulungnya yang sudah berkahwin, Abdus Salam. Sementara tingkat dua ditempati oleh anak ketiganya yang juga sudah berkahwin. (asy/AMRais) 

No comments: